Jumat, 11 Januari 2013

Novel


Dilema; Tiga Cerita untuk Satu Rasa

By:  

Estrella
Ini bukan kisah cinta segitiga seperti yang kau pikirkan.

Kira
Cinta hanya punya ruang untuk dua orang, bukan tiga.

Adri
Tuhan tak pernah membiarkan kita kesepian.

*

Suatu ketika, aku ingin menceritakan kisah panjang tentang kami. Tentang tiga manusia yang jatuh cinta, cemburu, patah hati, tertawa, sakit, dan kehilangan. Tentang tiga manusia yang mengharapkan hal paling utopis: selalu bersama tanpa ada yang terluka.

Ini kisah tentang kami bertiga, yang saling bersitatap sekaligus memunggungi.

Dan ini bukan kisah cinta segitiga seperti yang dia pikirkan..., tetapi bisa saja seperti yang kau duga.


Hujan Punya Cerita tentang Kita


By:  

Jatuh cinta kepadamu begitu menyenangkan,
seperti meringkuk dalam selimut hangat pada malam yang hujan.
Seperti menemukan keping terakhir puzzle yang sedang kau susun.

Cinta ini sudah berada tepat di tempat yang seharusnya, di ruang hatimu dan hatiku.

Namun, mengapa resah justru yang merajai kita?
Padahal, katanya cinta sanggup menjaga.
Aku ingin kau tahu, diam-diam, aku selalu menitipkan harapan yang sama ke dalam beribu-ribu rintik hujan:
aku ingin hari depanku selalu bersamamu.

Aku mencintaimu. Selalu.


Dan, mereka tak peru tahu...

Cinta Tanpa Jeda


By: 

Telah lama aku tersesat, tak menemukan jalan pulang dalam cinta.

Bagimu, cinta tak bersyarat, membuat kita tak akan pernah hilang harapan.

Aku menangkap jelas isyarat cinta di matamu untukku. Kau bilang, kau jatuh cinta kepadaku, dan jika aku merasakan hal yang sama, itu sudah cukup bagimu. Ada binar ketulusan dalam tatapmu, yang berusaha kutepis, tetapi diam-diam juga kurindu.

Bagiku, cinta penuh syarat: hal-hal yang akan mengikat hatimu dan hatiku.

Jika aku menerimamu, maukah kau berjanji, dan hanya akulah yang ada dalam hatimu? Bisakah kau membuat hatiku tak terluka karena ia terlalu rapuh? Dan, bisakah kau menenangkan badai untukku dalam malam kelam?

Mungkin, aku terlalu banyak memiliki tanda tanya. Aku tahu…. Hanya saja, masa lalu terlalu kelam dan membuatku kehilangan kepercayaan dan harapan pada cinta….

Atau, cukup kau jawab yang ini saja: apakah ada cinta tanpa jeda itu bila aku bersamamu?

Edit Foto


Okay kali ini gue akan nge-post mengenai “edit foto” J gue memang menyukai yang namanya foto, difoto dan edit foto. Masalah edit foto bukan tentang gue mau menutupi kekurangan wajah yang kurang cantik, tetapilebih mengenai seni dan estetikanya ahahaha :D
Biasanya aplikasi di komputer yang suka gue pake buat edit foto itu PhotoScape, kalian bisa unduh aplikasinya di http://www.photoscape.org/ps/main/download.php tapi kalau kalian mau yang online bisa mencobanya di http://www.instantretro.com/ atau http://pixlr.com/o-matic/
Kalau di hape, gue pake Photo Studio Pro.. Kalau kalian mau mengunduhnya bisa di Blackberry App World.. Untuk pengguna Android juga ada aplikasi edit foto yang keren seperti Instagram J
Ini salah satu dari hasil editan gue :D


Capita Selekta Jurnalistik


§  Dalam Jurnalistik kotemporer dikenal konsep Jurnalisme warga, jelaskan yang dimaksud dengan konsep jurnalistik warga tersebut?

Jurnalistik warga adalah kegiatan masyarakat yang “bermain dengan aktif dalam proses mengumpulkan, melaporkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dan berita”. Intensitas dari partisipasi ini adalah untuk menyediakan informasi yang independen, akurat, relevan yang mewujudkan demokrasi. Jurnalistik warga tidak perlu bingung dengan istilah civic journalism, yang hanya dipraktikkan oleh jurnalis profesional. Jurnalistik warga adalah bentuk spesifik dari media massa.
Jurnalistik warga adalah keterlibatan warga dalam memberitakan sesuatu (dalam pengertian setiap orang adalah wartawan dan kerja wartawan bisa dilakukan oleh setiap orang). Jurnalistik warga memberi pengertian bahwa, setiap pengalaman yang ditemui sehari-hari di lingkungannya, atau melakukan interpretasi terhadap suatu peristiwa tertentu. Semua individu bebas melakukan hal itu, dengan perspektif masing-masing.
Jurnalistik warga tidak bertujuan menciptakan keseragaman opini publik namun lebih menitik beratkan pada “inilah yang terjadi di lingkungan kita”. Pemberitaan jurnalistik warga lebih mendalam dengan proses penayangan berita di televisi, dengan menggunakan visual dari masyarakat. Jurnalistik warga dinilai sebagai bentuk partisipasi aktif masyarakat untuk menyuarakan pendapat secara lebih leluasa, tersruktur, serta dapat diakses secara umum dan sekaligus menjadi rujukan alternatif.
Clyde H. Bentley, guru besar madya pada Sekolah Tinggi Jurnalistik Missouri AS, menilai bahwa sebagian besar masyarakat tidak ingin menjadi jurnalis, tapi mereka ingin berkontribusi secara nyata dengan menuliskan pikiran atau pendapat mereka tentang suatu hal.
Kehadiran weblog atau blog, menjadikan kegiatan publikasi yang dulunya hanya didominasi oleh media massa, kini dapat dilakukan siapapun yang memiliki akses internet. Ketika seseorang memutuskan menjadi citizen journalist, ia harus memiliki keinginan untuk berbagi (to share) dengan segenap semangat dan gairah yang ada pada dirinya. Fenomena weblog pribadi sebenarnya telah mencerminkan passion to share dengan baik. Orang-orang membuat blog karena ingin berbagi cerita, menyuarakan opini, mendokumentasi peristiwa yang disaksikan atau diketahui.
Istilah jurnalistik warga merujuk pada pengertian di mana masyarakat biasa bisa berkontribusi untuk menghasilkan produk jurnalisme (terutama informasi) yang dibutuhkan orang lain. Tak perlu seseorang harus lulus dari jurusan jurnalistik, atau komunikasi massa, untuk bisa menulis.
Jurnalistik warga adalah istilah yang menggambarkan betapa kegiatan pemberitaan beralih ke tangan orang biasa. Dunia pemberitaan baru memungkinkan pertukaran pandangan yang lebih spontan dan lebih luas dari media konsvensional. (perspektifonline.com)
Pergerakan jurnalistik warga dimulai setelah jurnalis mulai mempertanyakan prediksi pekerjaan mereka. Para jurnalis menjadi bagian masyarakat atau publik, pergerakan jurnalisme melawan penyelewengan politik.
Walau wartawan atau pers menganggap diri mereka sebagai media komunikasi publik, bahkan disebut sebagai pilar keempat dari demokrasi namun dalam praktiknya, media massa terjebak pada kungkungan institusionalisasi suatu lembaga. Maksudnya, mereka telah menjelma menjadi institusi yang mandiri dari publik yang melahirkannya. Jika di masa lalu media massa menjadi milik para wartawannya, kini bahkan media massa menjadi milik para pemodal. Jika pemodal memiliki kepentingan dengan kekuasaan, maka pers tak lagi menjadi kekuatan masyarakat dan gagal menjadi pilar keempat demokrasi. Pers tidak lagi menjadi pembela masyarakat, justru menjadi kekuatan yang bisa membahayakan masyarakat.
Jurnalistik warga jika diartikan menurut bahasanya berarti jurnalisme warga, aksi dari warga kota/negara yang memainkan peran aktif dalam proses pengumpulan, pelaporan, analisa, serta diseminasi berita dan informasi. Jurnalistik warga melibatkan warga dalam memberitakan sesuatu peristiwa dengan begitu setiap orang adalah wartawan dan kerja wartawan bisa dilakukan oleh setiap orang, baik itu ibu rumah tangga, pelajar/mahasiswa bahkan para pekerja kantoran. Karena tidak terikat dengan salah satuprofesi tertentu maka jurnalistik warga dikategorikan sebagai jurnalisme publik. Maksud dari partisipasi publik ini untuk menghadirkan independensi, reliabilitas, akurasi, wide-ranging dan relevansi informasi yang ada dalam demokratisasi.
Di sini setiap orang dapat menjadi subjek sekaligus objek dari dari media massa, bukan lagi hanya menjadi subjek seperti dalam media-media konvensional. Dalam media konvensional biasanya hanya mereka yang terdaftar sebagai wartawan dalam media tersebut saja yang dapat memberikan berita, sedangkan masyarakat pada posisi pasif sebagai penonton, pemirsa ataupun pembaca saja. Masyarakat tidak dilibatkan terlalu jauh untuk dapat menentukan topik, tema maupun bahasan dalam setiap pemberitaannya. Karena sejauh ini ternyata media-media utama, mainstream yang ada, tidak bisa memenuhi kebutuhan dengan alasan space, industri, bisnis serta alasan lainnya. (Blog Rizky Wahyuni, 11 Desember 2007)
Jurnalistik warga adalah perlawanan. Perlawanan terhadap hegemoni dalam merumuskan dan memaknai kebenaran. Perlawanan terhadap dominasi informasi oleh elite masyarakat. Akhirnya, perlawanan terhadap tatanan peradaban yang makin impersonal. Namun, lebih dari itu, Jurnalistik warga adalah penemuan kembali kemanusiaan, persahabatan, dan kekeluargaan. Setiap orang adalah subjek yang berhak merumuskan sendiri kebutuhannya. (Republika, 7 November 2007)
Dan Gillmor, penulis buku We the Media: Grassroots Journalism by the People for he People (2006)yang juga mantan kolumnis teknologi di San Jose Mercury News, mengatakan, abad ke 21 ini akan menjadi tantangan berat bagi media massa konvensional atas lahirnya jurnalisme baru yang sangat berbeda dengan jurnalisme terdahulu. Kelahiran jurnalistik warga diperkuat oleh kekecewaan warga akan pemberitaan di mainstream media yang sarat kepentingan politik dan ekonomi. Agenda setting yang ditetapkan mainstream media, seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan warga. maka ketika teknologi internet muncul, warga memiliki aternatif cara untuk mencapatkan informasi sekaligus bereaksi atas informasi yang ia terima. Makin banyaknya pengguna internet membuat jurnalistik warga berkembang pesat.
·  “Komunikasi di Era Digital, Paradigma Baru Bermedia” oleh Haryati
·  “Citizen Journalism sebagai Ruang Publik (Studi Literatur untuk Menempatkan Citizen Journalism berdasarkan Teori Jurnalistik dan Maistream Media) oleh Dida Dirgahayu
·  “Citizen Journalism sebagai Media Pemberdayaan Warga” oleh Pandan Yudhapramesthi

 

April's Blog Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez